Sunday, July 23, 2017

Mau Betulin Hape

Beli hape iPhone bagus leren tapi kemudian mati...layar sentuhnya tidak respon lagi. Saya kadi bingung soalnya jauh.harus ke Jakarta buat memperbaikinya.

Hari ini nekad pergi ke sana. Sebetulnya takut mendapatkan teguran karena pergi di hari kerja.

Ini karena hari minggu dulu pernah ke sini tapi tokonya tutup. Sebetulnya Jumat kemarin sudah minta izin sama Pak Isa. Entah dia bakal ingat atau enggak. Jika nanti saya ditegur, tinggal bilang aja ke dia. "Saya hari Jumat udah bilang, Pak saya mau ke Jakarta. Mau memperbaiki iPhone."

Tuesday, June 6, 2017

MOMENT-MOMENT PENTING ANAK KITA

Dari kemarin mau nulis ini tapi bingung dari mana harus memulainya. Jadi saya SMS-an dengan istri di kampung, saya menanyakan kepadanya, apakah Si Nai sekarang masih suka ikut makan sahur? Istri jawab, tidak. Pas dibangunkan, Si Nai berkata, badanku sedang gak enak. Haha, jawabannya niru-niru orang tua.

Tapi memang siangnya dia sakit. Pilek.

Istri bilang, Si Nai pun tidak ikut taroweh. Jika pulang dari Masjid, dia biasanya mendapati Si Nai sudah tidur di kasur barunya di kamar depan. Saat itulah istri, jika saya nanti mendapatkan THR dari perusahaan, mending dipake beli ranjang buat Si Nai aja, dia sudah mau tidur sendiri, di kamarnya sendiri.

Sebenarnya saya bertanya-tanya, apa iya benar, dia sudah mau punya kamar sendiri, dia kan masih kecil.

Ini fase baru buat Si Nai, ketika dia sudah ingin tidur sendiri di kamar sendiri.

Seketika ini mengingatkan saya selama ini saya tidak pernah melihat fase-fase perkembangannya. Saat dia mulai tengkurap, saya tidak menyaksikan bagaimana dia belajar tengkurap. Saat dia mulai belajar duduk, saya tidak menonton bagaimana dia kerja keras belajar duduk. Saat dia belajar merangkak, tidak menyaksikan juga saya bagaimana dia mulai belajar merangkak, tahu tahu udah bisa merangkak, tahu-tahu sudah bisa berdiri, tahu-tahu sudah berjalan, tahu-tahu sudah lari, tahu-tahu sudah bicara, dan sama sekali tidak tahu bagaimana fase-fase perkembangannya, saya sedih sekali ketika mengingat ini, kok bisa saya sampai tidak melihat,

Kemudian tiba-tiba saja dia sudah bisa membaca, dan saya tidak melihat bagaimana dia belajar membaca, bagaimana susahnya mengenal huruf-huruf, saya juga tidak tahu bagaimana dia belajar menulis, bagaimana susahnya tangan dia membentuk huruf a, lalu kok bisa membentuk huruf b, bagaimana dia bisa hafal menuli huruf s, saya juga tidak melihat bagaimana dia mulai sekolah, bagaimana bingungnya dia melihat ternyata banyak anak lain, saat kenaikan kelas di PAUD, saat dia menari dengan hanya pake kemben ke panggung, saat menerima hadiah karena juara 1 di kelasnya, dan sekarang, saat dia sudah tidak mau lagi tidur dengan ibunya, dan masuk kamarnya sendiri, naik ke ranjang yang tinggi, lalu tidur sendiri ....

Saya tidak menyaksikan. Tidak melihat. Hanya mendengar kabarnya saja dari SMS, dari SMS dan dari SMS, dan begitulah sejak dulu hanya dari SMS.

Sejak SMS pertama, "A, aku sudah melahirkan." dan saya pun pulang dari kampus.

Beberapa bulan kemudian, "A beli karet ya, ada di apotik buat gigitan bayi."

"A, nanti beli roda ya, biar Si Nai cepat belajar berjalan."

"A beli poster yang ada huruf arabnya, biar Si Nai belajar," dan saya pun membelinya di Pasar Kemiri Depok tapi kemudian lupa membawanya pulang, bulan berikutnya juga lupa membawanya pulang

"A, beli IQRO ya, Si Nai mau belajar membaca."

Dan sekarang SMS yang datang memberitahu kalau dia sudah mau tinggal di kamarnya sendiri. Ini moment pentin, tapi lagi-lagi, saya sedang tidak berada di rumah.

Jika Anda ayah yang setiap hari melihat fase-fase perkembangan anak, bersyukurlah Anda, karena Anda sangat beruntung bisa melihat pemandangan menakjubkan itu, sebab tidak semua ayah bisa merasakan nikmat seperti yang Anda rasakan.

Monday, June 5, 2017

SEMANGAT LAGI NULIS

Tapi ketika saya bagikan terusannya, banyak sekali orang membaca, dan mereka tertawa.

Sebagian bahkan menshare ke wall pribadinya difacebook, dan bahkan ada yang meminta sambungannya.

Ada yang minta, jika sudah ada sambungannya dia minta dimention.

Ini membuat saya jadi optimis untuk menyelesaikan novel tentang bayam ini, sekalipun belum ada judulnya, tapi saya sudah mempunyai gambaran.

Saya jadi optimis untuk menulis komedi lagi lagi banyak. Dan saya optimis untuk mempelajari komedi lagi lebih dalam.

Kemarin nemu situsya, punya orang barat, di situ komedi dibedah dan dibahas bagaimana teknik-tekniknya.

Tapi saya merasa aneh kepada diri sendiri. Kok amal perbuatan saya begini. Kok tergantung orang lain. Kalau orang lain suka, jadi semangat. Kalau orang lain tidak suka, jadi tidak semangat. Amal macam apa an yang kayak gini.

Harusnya, orang lain tidak suka, orang lain suka, semua tetap semangat, tetap meningkatkan diri, tetap bekerja setiap saat menulis, berbagi nasihat dan pengetahuan dan hikmah dengan kisah-kisah, yang komedi hanyalah sebagai bumbunya dan bukan yang utama.

Akhir-akhir ini saya menjadikan komedi sebagai tujuan utama. Asal lucu aja dan tidak peduli hikmah yang terselip di sana apa.

=====

Saya sudah tidak berurusan lagi dengan nama baik sudah tidak berurusan lagi dengan kesan ganteng, pintar, sudah tidak berurusan lagi dengan sebutan cerdas, saya hanya ingin jujur dengan diri saya apa adanya, jujur dengan kehidupan saya apa adanya, jujur dengan kisah yang saya alami dalam keseharian, jujur dengan kecemasan diri, kegelisahan diri, ketakutan diri, dan semua kejujuran itu saya ingin jadikan kunci menulis sehingga ketika ada orang bertanya, apa kunci rahasia menulismu?

Kunci rahasia menulis saya adalah TIDAK ADA RAHASIA

Saya ingin bebas, saya ingin menulis bebas.

Saturday, June 3, 2017

JANGAN PERNAH MENYERAH, TERUS BELAJAR!!!

Posting potongan novel saya, lumayan ada beberapa orang tertawa, tetapi hanya sedikit orang yang minat membaca. Mungkin judulnya kurang menarik.

Tapi ini jadi pertanyaan tersendiri di hati saya, jika sekarang saja di sosial media tidak menarik minat orang buat membaca. Jika dari 5000 teman hanya sedikit saja yang mau membaca, hanya satu dua orang, lalu bagaimana saat novelnya saya keluarkan. Mencetak buku hanya akan menjadi kerugian.

Saya paling tidak mau membuat orang merasa rugi setelah membeli buku saya, itulah sebabnya sampai sekarang saya tidak juga membuat buku dan lebih suka tulisan saya tersebar saja di facebook tanpa menjadi apa-apa.

Jika tulisan saya tidak menarik minat orang buat membaca, jika hanya sedikit saja orang yang suka, akankah menulis ini saya teruskan?

Harus tetap diteruskan.

Harus saya evaluasi lagi kenapa orang tidak suka. Kenapa tulisan lainnya mereka suka.

Dulu pernah punya tulisan yang banyak share, banyak like, banyak komentar.

Tulisan seperti apa itu biasanya?

1. Tulisan yang lahir dari perasaan cinta berat kepada seseorang.
2. Tulisan yang saya tulis untuk menyatakan protes, tapi tidak bisa, jadi saya menyusun cerita.
3. Tulisan yang lahir dari kejadian tidak menyenangkan.

Apa pun yang terjadi jangan sampai membuat saya menyerah, apa pun yang terjadi harus menjadi pelajaran.

Tapi ada yang lucu nih. Ketika apa pun yang terjadi harus menjadi pelajaran, bawaannya pengen memikirkan mulu, ada masalah sekecil apa pun bawaannya jadi mikir, kalau mikir jadinya pusing, kadang juga bisa jadi sedih.

Ah gak papa pusing, gak papa sedih.

Justru itu akan menjadikan sebuah pelajaran membekas lebih dalam

Saya harus terus belajar menulis. belajar kepada yang lebih pandai, jangan berhenti membaca buku-buku bagus, membaca buku-buku yang membuat saya kagum dan bertanya mengapa saya menjadi kagum, bagaimana teknik penulisannya, bagaimana penyusnan kalimatnya. saya harus terus pelajari dan ini proses yang sangat menarik.

Saya harus belajar bikin skenario, saya harus belajar bikin naskah yang dialognya bagus, berbobot, dan membekas.


KETIKA DIRI MERDEKA DARI SEBUTAN APA PUN YANG ORANG BERIKAN

Terus terang saya adalah orang yang takut dengan komentar-komentar buruk, sehingga ketika mengemukan sebuah pendapat hanya gembira ketika orang lain mengaminkan pendapat saya, dan ketika ada orang lain membantah, perasaan kepala suka jadi panas karena marah. Misalnya ketika kasus angkot dan ojek online lagi panas-panasnya, tersebar tulisan suara hati dari para pengguna angkot yang katanya pindah ke ojek online. Surat itu berisi suara hati dan keluhan kepada sopir angkot, yang kadang menurunkannya di mana saja sebelum sampai tujuan, yang kadang tidak juga jalan sebelum penumpang penuh padahal sedang buru-buru.

Tulisan itu saya share di grup kafe curcol telegram, dan eh saat itu ada yang protes, tidak seharusnya saya menshare tulisan itu karena isinya menyakiti, yang intinya dia berpesan kepada saya harus hati-hati dalam menulis, dan tidak perlu berpihak, dan saya pun kembali menyerang orang itu dengan berkata, apakah kamu berpikir dulu sebelum berkata? apakah kamu memikirkan efeknya setelah menulis barusan? kalau kamu sendiri tidak selalu hati-hati sebelum menulis, kenapa begitu mudahnya menuntut orang lain hati-hati? Konyol itu adalah ketika begitu asyik menuntut orang lain padahal diri sendiri pun tidak bisa, dan beru kepala saya dingin setelah dia mengiyakan kata-kata saya, tapi sebenarnya saat itu ada perasaan kalah, ada perasaan diri saya ini lemah, mengapa mudah sekali tersinggung saat tulisan saya dibantah orang, mengapa ketika beradu pendapat malah orang lain duluan yang mengalah, mengapa saya kalah dalam mengatasi kemarahan.

Dan kalau sudah sampai situ saya merasa tidak nyaman, keluar energi buat hal-hal yang menurut saya tidak akan akan ada hasilnya, tidak menjadi sebuah karya, tidak menjadi tulisan, tidak menjadi cerpen, tidak menjadi buku. Itulah makanya ketika ramai-ramainya orang membahas Ahok, Habieb Rizieq, trus Afi, seorang anak yang tulisannya firal, saya cuma nyimak, dan gak mau bahas tentang itu, gak mau pro kepada siapa pun.

Kalau ada orang nyebut saya netral, dan netral itu sebuah keburukan, oke, tak masalah, baiklah saya netral, dan tak masalah jika kenetralan saya menjadi sebuah keburukan.

Kalau ada orang nyebut saya tidak punya pendirian, ok tak masalah, saya akui diri saya tidak punya pendirian, dan selesai.

Kalau ada orang mau menyebut saya tidak mau bersikap, ok saya terima, tidak mengapa orang menyebut saya tidak bisa bersikap, penakut, cemen, dan sebagainya.

Terserah orang mau menyebut saya apa dan saya merdeka dari sebutan apa pun yang mau orang berikan kepada saya, dan saat-saat ketika saya merasa bebas dan lapang dada dengan apa pun sebutan yang orang berikan, ketika saya justru malah bahagia dengan sebutan apa pun dari mereka, maka itulah saat-saat paling menyenangkan dalam pergaulan saya dengan manusia.

Intinya, saya tidak mau menghabiskan waktu buat perdebatan tidak berguna, saya hanya ingin menghasilkan karya. Ingin menghasilan cerpen, ingin menghasilkan novel, ingin menghasilkan buku, dan jika ingin tahu apa yang saya pikirkan tentang sesuatu, baca saja karya saya, baca saja buku saya!

Friday, June 2, 2017

KANG DIDI

Sayang banget Kang Didi harus close mic, padahal dari semua komik, yang paling saya suka itu dia. Awalnya kurang simpati. Saya melihat dia hanya seorang kuli bangunan yang mau ikut-ikutan doang, terus ngelawak mengandalkan kemiskinan. Tapi setelah beberapa kali nonton, ternyata enggak. Dia lawakan-lawakannya cerdas dan unik.

Apa karena dia sama seperti saya orang Sunda?

Sepertinya bukan.

Unik aja dia itu materinya. Pas ketika membahas liburan, dia bilang, kalau liburan, orang kaya sibuk mencari tempat-tempat menarik, tapi dia mah sibuk cari alasan. Anaknya minta ke Dupan, dia bilang, Nak Jakarta banjir. Anaknya mau ke Tangkuban Perahu, dia bilang, Nak, perahunya bocor. Dia juga cerita selama jadi komika ini dia merasa sedang liburan. Tinggal di hotel, tidur di atas kasur empuk, yang terbayang hal-hal indah, gak kayak di rumah, yang kebayang cicilan. Gara-gara dia suka nginap di hotel, anaknya protes, "Bapak mah enak, tiap hari liburan, tidur di kasur empuk, makan nasi kotak, tiap hari naik lift." Dia bilang ke anaknya, "Nak, kan Bapak kerja." Anaknya protes, "Apa Pak? Kerja? Pret!! Katanya Jakarta banjir."

Hebat, dia bisa bikin collback. Bagi yang tidak tahu istilah collback cari aja di google, itu sudah umum di dunia stand up.

Terus saking jarangnya liburan, anaknya suka norak. Mau diajak mandi bola, anaknya bawa handuk. Terus ibunya bilang, "Nak, gak usah bawa handuk, kan udah disediain." Trus dia juga bilang di Dupan itu ada rumah miring, maka dia protes, kalau mandor dia tahu, bakal dibongkar itu rumah miring. Miring memasang satu bata saja dia suka ditegur, ini orang dengan kesadaran tanpa pengaruh alkohol, membangun rumah miring! Ini anak proyek mana? Mencemarkan komunitas!!

Yang lucu juga pas lagi ngomongin film, dia bilang, "Di film-film itu suka ada tokoh jahat yang menganiyaya orang miskin. Tujuannya mungkin supaya dramatis. Tapi menurut saya, gak perlu ada orang jahat. Tanpa orang jahat pun, hidup orang miskin udah dramatis. Jangankan dijahatin ya, dalam seminggu saja ada teman yang kawinan, kita mah merasa dibegal. Bayangin aja, 50.000 satu amplop, kali tiga = 150.000. Duit buat cicilan kasur hilang. Kurang dramatis apa. Terus di film-film itu suka ada tokoh yang gak masuk akal, gak pantes, ada nih biasanya gadis miskin, buat makan aja susah, tapi make upnya tebak, alisnya ditato, tato naga, bibirnya nih bibirnya gurih-gurih nyoy.

"Istri saya aja, boro-boro kebeli make up. Lipstik aja pake krayon. Anak saya lagi ngegambar, 'Nak, pinjam ya sebentar.' 'yang mana mah?' 'itu yang warna hijau.'"

Dia juga protes sama pemeran orang miskin yang berlebihan, sampai baju robek-robek, kayak habis berantem sama macan, muka kumal, sampai dia bilang, itu orang miskin kok malas amat cuci muka. Dia bilang, bukan bermaksud merendahkan pembuat film, karena pasti sudah sepuluh tahun berpengalaman bikin film, tapi, "jangan salah, saya sudah 34 tahun berperan menjadi orang miskin. Kurang pengalaman apa, coba? Jadi kalau ada orang bilang, kenapa wajahnya seperti orang susah melulu? ini karena mendalami karakter."

Hal lucu lainnya ketika dia protes kepada Indro Warkop, "Ngomong-ngomong soal film, saya itu mau nanya sama Pakde Indro. Pakde, kenapa hampir di setiap film Warkop itu selalu ada orang miskin diceburin ke empang?  Kuli bangunan ketiban bata? Tukang beca nyangkut di pohon. Itu pesan moral apa yang ingin disampaikan?"

Indro sampai terguncang-guncang karena ngakak, penonton juga, karena semua tahu memang kenyataannya demikian. Cara membawakan materinya juga bagus, tidak sok lucu, sayang banget, pada penampilannya di show 10, dia ngeblank di tengah materi. Nilainya jadi rendah, dan juri mendiskualifikasinya untuk pulang.

Saya penasaran, reaksi orang-orang bagaimana di komentar youtube. Ternyata banyak yang seperti saya. Banyak yang menyayangkan, banyak yang bilang harusnya yang close mic bukan dia.

"Shock abis, Kang Didi tetap juara di hati fans Suci."

"Kayak nonton Rossi jatuh kemaren, pengen matiin TV langsung."

"Cerita tentang kemiskinan dengan gaya khas Anda sudah menghibur dan mengajarkan banyak hal kepada kami. Terima kasih Kang Didi."

"Kenapa harus Kang Didi?"

"Udah bosen kalau gak ada Kang Didi."

Tapi ada juga yang bilang, "Sabar Bro, namanya juga kompetisi."

Thursday, June 1, 2017

MERANCANG MASA DEPAN

Saya bertanya kepada diri sendiri, mau apa saya ke depannya?

Tadi saya coba membagikan novel humor saya di facebook tapi orang-orang hanya like saja, tidak memberikan komentar, tidak juga mereka tertawa, padahal saya meniatkan itu sebagai cerita lucu. Itu postingan saya untuk kedua kalina. 

Dulu sebelumnya pernah, tapi saat itu orang-orang tidak tertawa, berarti tidak lucu. Kemudian saya perbaiki, orang-orang masih sama tidak tertawa juga. Berarti kelucuan yang coba saya buat gagal. Padahal ingin sekali saya menulis cerita lucu. Dan sudah belajar bagaimana caranya menulis cerita lucu.

Menulis cerita romantis rasanya bosan. Memang banyak orang yang suka, tapi sayanya bosan. 

Jadi apa yang harus saya lakukan sekarang?

Belajar lagi, berlatih lagi, dan perbaiki lagi.

Ingat lagi dasar dari komedi: ADALAH KEJUJURAN

====

Ketika kita jujur, maka hati semua orang akan setuju dengan apa yang kita sampaikan, karena hati mereka pun merasakannya. Di situlah mereka tertawa. Itulah kelucuan sesungguhnya.

Sebenarnya yang saya inginkan adalah bahagia sepenuhnya di rumah, makanan, tempat tidur, tengah rumah, anak, istri, alam, buku-buku, sawah, semuanya, menikmati keseruan-keseruan rumah dan menuliskannya ke dalam kisah, kemudian menjual dan membagikannya kepada orang-orang.

Jika ada hal yang tidak membahagiakan, carilah cara untuk mengatasinya dan tuliskan, kemudian mempraktikkannya. Baik itu masalah pengasuhan, keuangan, hubungan dengan istri, rumah, apa saja. Praktikkan dan ceritakan apa saja yang dirasakan setelah mempraktikkannya.

====

Tapi mungkin sekarang, mungkin akan di kota dulu, berjuang. 

Mau Betulin Hape