Saturday, July 30, 2016

HIDUP INI MIMPI

Bondan Prakoso berkata, "Hidup berawal dari mimpi."

Menurut saya, hidup ini kok seperti mimpi.

Sebuah buku lusuh, telah pudar, tercatat di sana coretan-coretan lama saya.

"Hidup ini hanya mimpi."

Mengapa saya menulis itu

Baris berikutnya

"Baru saja aku bermimpi mendapatkan jamur bulan, banyak sekali. Setiap kali kutemukan satu jamur dan kucabut, kulihat lagi jamur lain yang tangkainya sangat besar dan panjang. Pikiranku langsung merancang, menyusun rencana, nanti, jamur itu akan kumasak dan kujadikan santapan enak. Tapi belum juga sempat memasaknya, keburu terjaga. Seketika segalanya sirna, tak bersisa. Jamur yang kulihat tadi dalam mimpi benar-benar tidak ada. Entah hilang ke mana. Dan sebenarnya tidak ke mana-mana, karena sesungguhnya memang jamur itu tidak ada."

"Demikianlah kehidupan dunia. Kita merasa segalanya begitu nyata. Kita mengira kekayaan yang ada di tangan ini kekayaan sesungguhnya. Dimiliki, dibanggakan, dipamerkan, lalu menyandarkan harapan hidup padanya seakan harta itu sesuatu yang akan kekal. Padahal jika sudah sampai pada kematian, dan semua sarap indra tak lagi bekerja memberikan informasi kepada otak, maka semuanya langsung sirna. Lenyap, tak bersisa. Hilang."

Jadi teringat dengan At-Takatsur

"Berlomba-lomba memperbanyak harta telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Jangan begitu, kelak kamu akan mengetahui."



BAHAGIA SETIAP SAAT

Saya sedang belajar tentang pentingnya merasakan kesempurnaan dalam setiap apa pun keadaan. Saat saya berada di tempat kerja, inilah tempat paling sempurna buat saya, tempat terbaik buat saya.  Saat saya dekat dengan orang, teman kerja, mereka adalah teman-teman kerja terbaik buat saya. Allah datangkan mereka ke dekat saya sebagai sebuah kebijaksanaan tertinggi Dia, sehingga dengan cara itu saya bisa benar-benar menghormati mereka, menghargai mereka belajar dari mereka, dan yang terpenting merasakan kabahagiaan.

Apa yang sedang kita cari sekarang? Kebahagiaan, keberhasilan, kesuksesan, kesempurnaan. Kebahagiaan seperti apa yang sedang kita cari?

Orang yang tidak punya uang berusaha mendapatkan uang, karena mengira kebahagaiaan itu saat mendapatkan uang. Tapi setelah uang itu dia dapatkan, kebahagiaan yang dia rasakan sebentar, kembali lagi dia rasakan kekurangan lain, dan kembali mencari yangb lain, wanita misalnya. Dia merasa kebahagiaan itu setelah dia mempunyai istri, maka dia berusaha mencari istri, sampai akhirnya istri pun dia dapatkan dan menikah. Apakah kebahagiaannya lama? Tidak, hanya sebentar. Setelah menikah banyak sekali masalah... dan seterusnya, dan seterusnya. 

Jadi kalau setelah keinginan apa pun di dapat kebahagiaan itu pergi lagi dan pergi lagi, lalu kapan bahagianya?

Satu-satunya jalan adalah merasakan kebahagiaan itu sekarang, Merasakan kondisi sekarang begini, di sini, seperti ini sebagai kondisi paling sempurna. Saya bisa bernafas, saya bisa melihat, bisa mendengar, bisa mengetik, bisa menyusun kalimat, ini sebuah kesempurnaan tak ternilai dan Allah memberikannya kepada saya.

Dengan cara itu maka kebahagiaan bukanlah sesuatu yang tidak ada, melaikan sesuatu yang ada. Bukan sesuatu yang sedang dicari, melainkan sesuatu yang tinggal dinikmati. Kita tidak sedang berada dalam ketidaksempurnaan menuju kesempurnaan, tapi sedang berada dalam kesempurnaan menuju kesempurnaan lainnnya, kepada kesempurnaan lainnya, kepada kesempurnaan lainnya.


Terinspirasi Mr. X-Ron

Friday, July 29, 2016

SANG JURAGAN TEH

Saya sangat penasaran dengan buku berjudul "Sang Juragan Teh", terbayang isi buku itu menceritakan suasana di perkebunan pada jaman Belanda. Sepanjang cerita, yang terbayang pasti keindahan alam, hijau terhampar, dengan para pemetik bercaping bambu, berbaris, dengan jari-jari yang terus melempar-lemparkan pucuk teh ke bakul di belakang. Sebuah pemandangan indah, seperti sering terlihat dalam perjalanan lewat puncak, atau di tepian tol Cipularang.

Setiap kali datang ke toko, mata tak luput dari melirik buku itu dan terkadang memegangnya. Membolak-balik, membaca nama penulis, meneliti cover depan, membaca tulisan di belakang, lalu melihat harga. Selesai. Simpan. Dan tak pernah puas, sampai saat ini saya terus penasaran. Penataan sampulnya yang menggoda, kartun nuansa hijau dengan seorang pria gagah bertopi sedang naik kuda.

Setelah googling... baru saya tahu sedikit isinya.

Rudolf Edward Kerkhoven, nama tokoh dalam cerita ini ternyata pernah ada, membuka lahan perkebunan teh di Gambung, daerah selatan Kota Bandung. Edward datang ke nusantara lalu jatuh cinta kepada suasana alam, kemudian mencoba membuka perkebunan. Tidak mudah, karena lahan dipenuhi pepohonan kopi tak terurus, sisa-sisa politik Tanam Paksa yang pernah diberlakukan oleh pemerintah Belanda.

Berkat tekad dan kerja keras, tanaman Teh Edward menuai sukses, karena saat itu pasar Eropa sedang sangat menggandrungi tanaman bahan minuman ini. Semakin jatuh cinta saja kepada kehidupan pertanian, dan ini, sangat berkebalikan dengan istrinya, yang lebih suka gemerlap kota dan dansa-dansa. Hasrat terpendam sang istri pada akhirnya berbuah kejadian fatal.

Ternyata ini buku lama. Mula-mula terbit tahun 1992. Cukup tebal juga, jadi sepertinya, sang penutur cukup detail memberikan gambaran kehidupan Edward. Meskipun menguraikan fakta sejarah, penuturan buku ini terasa ringan karena menggunakan bahasa novel. Jadi lebih tepat buku ini disebut novel sejarah non-fiksi.

Semakin besar ketertarikan saya kepada buku ini saat membaca di Wattpad, ternyata buku ini ditulis dengan bahasa indah.

Tulisan di Watppad itu membahas tentang cara membuat tulisan yang enak dibaca, yaitu dengan membuat irama. Dan contoh yang diberikan antara lain tulisan Hella S. Haasse.

"Lha ini kan penulis buku Sang Juragan Teh" teriak saya dalam hati.

Wah makin penasaran saja, sudah sampulnya menyejukkan, gambarnya enak dipandang, menggambarkan suasana kehidupan di sebuah perkebunan teh yang indah, ditambah lagi ternyata penulis, Hella S. Haasse seorang penulis yang mengutamakan keindahan penuturan dalam membawakan ceritanya. Jika begitu bagusnya ini buku, maka membelinya tentu bukan sebuah kerugian.

Tuesday, July 26, 2016

BAPAKNYA WIRO

Wiro pulang ke Makassar hendak mengurus surat-surat yang diperlukan buat pernikahan, dan saat berangkat lagi ke Jakarta, bapak ikut serta untuk ikut menyaksikan pernikahannya, Agustus nanti. Tapi ini masih juli, maka di ANPH, bapak Wiro harus menunggu.

Dia seorang pria yang cukup tua tapi di kampung kerjanya masih super. Kadang jadi pemanggul batu dan seringnya menarik becak. Tangan besar kekar, dan aku maklum karena dulunya--seperti diceritakan Wiro-- dia mantan petinju.

Di ANPH ini, dia bersama Wiro tidur di lantai tiga, sedangkan saya di lantai dua.

Yang membuat saya penasaran, bagaimana pria itu mengatasi kejenuhannya menunggu. Sehari-hari kerja keras, berjalan sana-sini, tiba-tiba sekarang dia harus terperangkap di dalam kantor, maka saya tanyakan kepada Wiro:

"Bagaimana Bapakmu mengatasi kejenuhannya Wir?"

"Dia baca buku."

"Apa? Serius Wir?"

"Serius."

"Hahaha."

"Malah ketawa."

"Hebat, dia kan sudah tua, usia lima puluhan."

"Apaan, enam puluh!"

"Tuh, kan hebat! Dan dia membaca gak pake kacamata?"

"Enggak."

"Kelihatan emang?"

"Ya kelihatanlah. Dia baca buku apa tuh judulnya, emh, oh berjudul ORANG ISLAM BELAJAR ISLAM, menunduk terus dia di kamar, dan kata dia 'ini buku bagus juga ya."

Yang parah, bapak Wiro juga membaca buku "CINTA LAKI-LAKI BIASA"

Waduh bahaya, di sana kan Wiro menceritakan dia di masa muda. Saya penasaran, gimana tanggapan si Bapak.

"Kejam sekali tulisanmu Nak, begitu kata Bapakku!"

"Hahaha. Dia gak marah Wir?"

"Enggak, dia mengangguk-angguk, kata dia, 'tapi ada benar-benarnya juga sih.'"

Parah, dalam buku itu Wiro jujur menceritakan siapa sang bapak dan bagaimana sepak terjangnya sejak muda hingga sekarang.

Wednesday, July 20, 2016

JARI TENGAHKU LEPAS

Mungkin golf mungkin khusus buat orang kaya, sehingga saat aku mencobanya, sekali memukulkan stick sekeras-kerasnya, jari tengah langsung lepas. Mulanya tidak sadar. Temanku yang memberitahu "Lihat, itu jari tengahmu hilang." kuperiksa, ternyata benar. 

Temanku mengambilkan potongan jari tengah yang lepas itu, memberikan padaku. Dengan sedih aku menerimanya. 

Kalau sudah lepas begini apa yang bisa kulakukan? Kucoba tempelkan lagi ke tempatnya, berusaha menyesuaikan posisi dengan sangat tepat seperti semula, tapi si jari kembali dan kembali lepas. 

Itu jari tangan kiri, maka yang bantu menempelkan adalah tangan kanan. Berusaha menahan supaya tetap menempel di sana, dan karena aku tidak bisa diam, si jari tengah terus meleset, berubah posisi terus.

Cemas, khawatir, kalau keburu kering, habis sudah. Takkan lagi bisa dikembalikan. Lalu aku benar-benar buntuntung, dan jariku tinggal empat. Aku menyesal, mengapa harus coba-coba main golf kalau ternyata hasilnya begini.

Kucoba menggerakkan jari tengah itu, dan ya ampun, ternyata sudah tidak bisa digerakkan. Mungkin sarafnya putus. Jelas-jelas sarafnya sudah putus. Jari itu jadi mati.

Namun tetap bertahan. Siapa tahu ada keajaiban dan saraf-saraf itu kembali tersambung. Dan ternyata beberapa saat kemudian, saya coba menggerakkan jari itu. Bisa, bergerak lagi. Gembira, namun hanya kegembiraan singkat. Saat kembali menyadari jari ini takkan kembali senormal tadi, dan akan sangat rentan sekali lepas, hati kembali menyesal. Bisakah waktu dimundurkan, agar permainan golf itu tak perlu kucoba.

Anda yang detik ini diberi keselamatan, aku iri. Bersyukurlah kawan, jari tengah Anda tidak diberikan cobaan lepas dari tempatnya. Bayangkan jika jari itu benar-benar lepas, pasti akan Anda rasakan kecemasan seperti apa yang sedang kualami sekarang.Lihatlah aku lalu bersyukurlah, dan berjanjilah pada diri sendiri untuk lebih berhati-hati lagi dalam mengerjakan apa pun, karena kalau sudah kejadian begini, sangat susah untuk mengembalikannya menjadi normal. Jagalah diri Anda, jaga pula anak Anda karena mereka belum begitu besar sifat kehati-hatiannya supaya anggota badannya tetap terjaga.

Untukku yang sedang mengalami ujian seperti ini sekarang, cukuplah aku yang mengalaminya, jangan sampai terjadi pula pada Anda. Kesedihanku, musibahku, cukuplah buatku.

Anda yang tidak suka kepadaku, mungkin mentertawakan, tapi Anda yang simpati kepadaku, mungkin kasihan. Tapi tidak peduli apakah Anda kasihan atau mentertawakan, kenyataan jariku telah lepas takkan bisa lagi senormal biasanya, dan entahlah apakah benar-benar dapat diselamatkan atau akan hilang.

Apa Anda pernah mendengar orang yang lepas anggota badannya kemudian saat anggota badan itu kembali ditempelkan bisa tersambung lagi? Aku sendiri belum pernah, dan inilah yang benar-benar membuatku cemas.

Cemas, aku cemas luar biasa. 

Tapi kecemasan itu seketika berubah jadi kegembiraan saat mata ini terbuka dini hari, dan ternyata itu bukan kenyataan. Ya Allah, terima kasih ternyata ini bukan kenyataan. Kuperhatikan jari tengahku masih ada, masih menempel seperti sediakala pada tempatnya, alangkah nikmatnya, alangkah beruntungnya aku. Belum pernah aku sebahagia ini merasakan masih hadirnya si jari tengah di tempatnya. 

Ya Allah terima kasih atas mimpi itu. Semoga, ini jadi renungan untuk anggota badanku yang lainnya.

Sunday, July 17, 2016

SUATU SORE DI CIBUBUR CITY

Kamu di rumah sedang apa? Sore begini biasanya masih sibuk, pekerjaanmu tiada habisnya. Mengangkat jemuran, melicinnya, melipat, merapikan ke lemari, memandikan anak, menyuapinya makan. Ada pun saya, jauh darimu di sini, di depan Cibubur Plaza, sedang berdiri menunggu hujan reda. Jarum-jarum bening itu sibuk menebar basah, seorang anak berjalan sana-sini membawa payung menawarkan jasa. Anak perempuan gemuk, hati saya memuji ketekunannya berusaha mencari uang. Maka belajar darinya, saya pun harus berusaha mencari rumah impian, meski belum tahu di mana, meski belum tahu seperti apa.

Tersemat di buku "Cinta Laki-Laki Biasa" sepotong syair saya tentang jarak dan kesepian. Bahwa, jauh dari anak istri itu sepi, renggang dari keluarga itu hampa. Maka angan bergetar, menulis lamunan, andai saja, kepulanganku padamu dekat. Semisal punya rumah di pinggiran kota, tempat di mana pepohonan masih rindang dan hawa masih alam, sepertinya menyenangkan. Jadi hari-hari tak lagi seperti ini, hidup mirip lajang, melainkan bisa pulang padamu, lalu melewatkan malam selayaknya sebuah keluarga.

Tapi seperti kau baca di buku itu, semua cuma khayalan, segalanya serba lamunan. Laut kelewat luas, rentang teramat padang, suara ketidakmungkinan lebih riuh daripada kemungkinan. Dari mana punya uang buat beli rumah, terlebih di daerah kota semacam ini, tempat di mana harga tanah dan rumah serba jutek alias jual mahal. Jangankan beli rumah kita, beli rumah burung saja belum tentu sanggup.

Dulu sering kita dengar peribahasa "Pungguk Merindukan Rembulan". Perihal seorang yang sangat menginginkan sesuatu yang tinggi tanpa menyadari kerendahan dirinya. Biasanya kita dengar dari cerita, dari dongeng-dongeng lama, atau dalam sebuah kisah si miskin yang jatuh cinta kepada orang kaya. Akan tetapi sekarang, ternyata, peribahasa itu mengenai kita. Merindukan rumah di pinggiran kota dalam kondisi tidak berdaya, maka tepat nian kita sebut diri kita "Pungguk Merindukan Bulan."

Tapi lihatlah sore ini, impian itu seperti mendekat.

Selepas hujan reda, saya berjalan menuju rumah impian.


Jalan menuju ke sana disegarkan pepohonan rindang. Dahan dan rantingnya luruh menaungi jalan, seakan mereka para sahaya, yang hormat penuh takdzim mengucapkan selamat datang kepada setiap orang lewat. Rimbun di belakang pepohonan itu, adalah bambu-bambu hias tinggi berdesakan padat semakin menghijaukan suasana. Dan tahukah rumah yang kutuju rumah seperti apa?

Minimalis. Dan lagi-lagi ini seperti yang saya mimpikan. Dulu kita pernah melewati sebuah jembatan berbentuk lorong panjang yang menghubungkan kabupaten kita Ciamis dan Tasikmalaya. Cirahong nama jembatan itu sudah sangat terkenal, dan kita menerobosnya demi melihat sebuah rumah indah. Rumah minimali di tepi sebuah tikungan jalan, dengan halaman dihampari rerumputan rendah. Masih ingat bukan? Dan saat itu kita mengkhayal, seandainya, seandainya, seandainya. Sekarang apa yang kita andaikan itu sebentar lagi menjadi nyata.

Maha Suci Allah yang meskipun kita berlimpahan dosa namun rahmat dan kasih sayang-Nya tidak pernah patah. Dia beri apa yang saya ingini, sekalipun perintah-Nya jarang saya peduli. Lihatlah rumahnya, bukankah dulu pernah kita perbincangkan di rumah, dalam obrolan-obrolan kita. Sehingga kau tak perlu kelelahan mengepel teras depan karena sudah khas rumah minimalis teras depannya tak luas. Sehingga mobil kita bisa terparkir nyaman karena lahan telah tersedia. Oh ya, naungannya tinggal kita pasang saja, kanopi dengan rangkaian baja sebagai rangkanya.

Kamu jangan tertawa dan berkata dengan jiwa pesimis itu "Mobil dari Hongkong!!". Dengan keyakinan Allah pemilik segalanya, mari hanya kita bicarakan harapan-harapan, bukan keputusasaan-keputusasaan. Kita tidak punya apa-apa, tapi Allah Maha Kaya. Memangnya apa yang sekarang merupakan punya kita benar-benar punya kita? Tidak ada bukan?

Tidak mustahil suatu saat di hari esok kita akan kedatangan banyak uang dan kita bingung mau membeli apa, karena itu mari sebanyak-banyaknya kita bicarakan mau beli apa saja, barang-barang yang sekiranya manfaat buat dunia akhirat kita. Misalnya saat di rumah kemarin, kamu minta saya mencarikan Al-Qur'an kecil biar saat menunggui anak kita sekolah di PAUD, kamu bisa menunggunya sambil tadarus. Ini sudah saya beli, sampul dan tergeletak di meja. Covernya hijau tua, dan bagian dalam, tepian berhias gambar ukiran hijau muda, membingkai barisan ayat sangat jelas dan enak dibaca.

Al-Qur'an kecil misalnya, yang saat di rumah selepas shalat kamu minta. Terima kasih kamu sudah menginginkannya, istriku. Sugguh meskipun di seluruh dunia ada seratus milyar wanita yang meminta Al-Qur'an kepada suaminya, tapi bagiku hanya kamu yang paling berharga. Kenapa? Ah, terlalu kelihatan bodoh jika alasannya harus kujelaskan.

Mari kita menjadi orang bahagia yang di dalam hatinya hanya menyimpan kebahagiaan-kebahagiaan dan harapan-harapan akan mendapatkan kebaikan, karena nyatanya Allah itu sangat Pemurah kepada kita. Dia memberikan kepada kita apa yang kita butuhkan dari arah yang kita sendiri tidak sanggup jika diri kita sendiri harus mengadakannya.

Mari kita tersenyum, dan senyum itu menjadi cara kita mengekspresikan kebahagiaan, bukan senyuman palsu sebagai cara kita menipu orang. Atau mari kita menangis, dengan tangisan sebagai ungkapan kebahagiaan, bahagia begitu banyak nikmat Allah berikan sekalipun kepada-Nya kita bukanlah orang-orang yang pandai bersyukur, sekalipun kepada-Nya kita bukanlah orang-orang yang pandai beribadah.

Friday, July 15, 2016

MENURUT SAYA, TOKOH TERHEBAT DI FILM INI: ILHAN

Musim buku naik layar lebar, biasanya kerja banyak di luar, di bioskop, nonton bareng.

Tapi sampai film berhari-hari tayang, saya belum sempat juga.

Orang pergi nobar, saya gak diajak.

Ngenes rasanya.

Akhirnya terus terang kepada Pak Isa,

"Pak, saya kok gak pernah diajak. Padahal subuhnya sudah mandi, pake baju bagus, celana bagus, nyisir bagus, siangnya pas mau berangkat, eh dicuekin."

Kata Pak Isa, kalau lo ikut nonton bahaya. Orang sudah datang, lihat lo pada kabur lagi!

Cuma bisa jedotin kepala ke ujung meja.

Tapi

Malam ini lunas.

Beres! saya bisa nonton dan bahagia.

Bahagia karena sang tokoh utamanya gondrong, jadi saya gimana gitu ya. Merasa tokoh utamanya.

Plak,

Pernah waktu itu datang ke percetakan, mencetak poster Film Jilbab Traveler, pas poster itu dipasang, kasir yerpercetakan di sana melihat poster, kemudian melihat ke saya. Kata dia, "Ini bintang utamanya ya?"

Belum sempat saya jawab, karena grogi, Pak Isa nyerobot, "Iya, ini Hyun Geun. Jadi di film itu ada adegan di Palestina, kena bom, sampai tangannya putus, nah ini pemeran penggantinya."

Waduh!

Gak papa deh, berarti saya Hyun Geun yang kuat! Yes!

Indah sekali film ini, serasa dibawa jalan-jalan, menjelajah Indonesia, menjelajah dunia.

Kawah Ijen dan api birunya.

Korea dengan lokasi shooting Winter Sonatanya.

Kisah terfokus kepada Rania

Akting terbaik versi saya, dimenangkan oleh Nidji. Peran Ilhan menurut saya hebat!

Dia pejuang sesungguhnya!

Di negerinya, Indonesia tercinta ini, dia pejuang buta huruf, mendirikan lembaga pendidikan bagi orang dewasa buta huruf.

Jika berbicara tentang keberanian, dialah orang berani sesungguhnya. Pernah saya dengar, orang berani itu orang yang berhasil melawan ketakutannya, dan itulah ilhan.

Ilhan alias Giring memerankan seorang berani!

Berani terbang! berani terus terang kepada wanita yang dicintainya! dan yang terpenting, berani menaklukkan emosinya saat harus... ah sudahlah, nonton sendiri saja.

Film Islami yang sangat indah.

Indahnya traveling dan perjuangan penguasaan diri.

Mumpung masih tayang. Gak kebagian nanti nyesel.

Friday, July 8, 2016

CINTA LAKI-LAKI BIASA

Dari semua kisah di buku Cinta Laki-Laki Biasa, kisah paling menyentuh yang paling pertama saya temukan adalah cerpen "Bapak Akan Pulang."

Tulisan Richie Permana Ardiansyah.

Bukan, bukan karena dia teman, bukan pula karena dia nyuap saya supaya menyebut cerpennya bagus.

Tapi memang bagus.

Menyentuh.

Saya baca di mobil dalam perjalanan mudik yang panjang karena sering sekali macet... cukup menghibur.

Tema yang diambilnya, kasih sayang seorang anak dengan sang ayah.

Sudut pandangnya, lanjarannya.

Terfokus kepada sebuah kata mutiara, "Sebelum pertandingan berakhir, kita belum bisa menentukan pemenang."

Kata mutiara yang diambil dari tontonan favorit si anak dan si ayah, yaitu bola yang meruntuhkan tembok penghalang komunikasi di antara keduanya. Saat keduanya nonton, sepertinya kemenangan akan ada di pihak kesebelasan favorit mereka, karena hingga waktu nyaris habis, skor tetap menang, tapi rupanya, dugaan si anak keliru, pertandingan berakhir dengan kemenangan kesebelasan lawan.

"Sebelum peluit panjang ditiup, pemenang belum bisa ditentukan." ucapan si Bapak yang sangat membekas kepada benak anaknya.

Cerita berikutnya kemudian si ayah sakit, kangker, yang menyebabkannya harus rawat inap selama beberapa hari. Di rumah sakit, si ayah berpesan kepada si anak supaya menjaga ibu dan adik-adiknya. Si anak berkata, jangan bercanda Pak. "Kan kata Bapak sendiri, sebelum peluit panjang ditiup, kita belum bisa menentukan pemenang. Begitulah antara Bapak dengan kangker, bisa jadi Bapaklah yang akan menjadi pemenang. Bapak akan segera pulang."

Dan memang si bapak akhirnya pulang.

Hal menarik lain dari cerpen Richie menurut saya adalah, keakuratannnya dalam menyajikan data Sepak Bola. Pertandingan-pertandingan yang dia sebutkan itu beneran. Liga Champion. Coba saja googling sendiri di yahoo...

Mau Betulin Hape