Wednesday, October 28, 2015

Bincang Sambil Lalu tentang Buku "Love Spark In Korea"

Saya termasuk orang beruntung bisa membaca buku ini sejak sebelum terbit. Waktu itu penulis mengirimkan email, kemudian saya download, dan membacanya, siang malam, karena ingin cepat selesai. 
Beberapa halaman menampilkan adegan lucu dan mengingatkan saya pada kisah sejati penulis, dan memang benar itu sengaja diambil dari kisah hidupnya, untuk mencontohkan dan mengajarkan bahwa untuk membuat novel itu sangat mudah, seseorang bisa mengambil dari pengalaman hidupnya, kemudian menghubung-hubungkannnya dengan pengalaman lain yang berbeda. 

Pengelaman masa kecilnya tinggal di samping rel kereta, dengan pengalamannya setelah dewasa, mendapat kesempatan traveling gratis ke berbagai negara. Cara itu membuat cerita lebih kreatif dan menarik.

Teknik menyusun cerita semacam ini pernah disampikan Mang Wendo di bukunya Mengarang Itu Gampang, dengan mencontohkan pengalaman singgah di warung tegal dengan pengalaman mendatangi tempat bencana alam. Dua pengalaman itu Wendo hubungkan, misalnya ternyata si pemilik warung tegal sederhana itu diam-diam seorang yang peduli pada bencana alam, dan menggalang sumbangan. Sangat mudah... membicarakannya. Entahlah mempraktikkannya. 

Dan kurang lebih begitulah yang Asma Nadia lakukan untuk membangun novel terbarunya ini: Love Spark In Korea.

Selain sajian bahasanya yang, sudah khas memikat, mengalir lancar tidak membosankan, novel ini pun menampilkan keganjilan. Seorang pria Korea mencintai wanita yang sudah menikah yang membuat penasaran. Dari halaman ke halaman, orang terus dibuat bertanya, bagaimana kisah dia berikutnya dengan si wanita. Kenapa begitu mencintainya. Tidak ada wanita lain apa. Padahal disebutkan dia tampan, sampai anak bosnya pun tergila-gila padanya, dan mengancam bunuh diri jika cintanya tidak dipedulikan, namun dengan sangat aneh, si pemuda cintanya terus terpaut pada wanita bersuami.

Ketika saya terus membaca hingga akhir, terjawab sudah rasa penasaran. Oh ternyata, oh begitu rupanya. Dan sebagaimana saya membaca kemudian penasaran dan mendapatkan jawaban, saya tanya pembaca lain pun mengalami hal yang sama. Tidang mengira jika....ah baca saja sendiri ceritanya!!

Sebuah novel yang cukup saya untuk dilewatkan. Setelah mengalami pengeditan keras dan ketat, akhirnya terbit dengan tampilan memuskan. Maka apa yang tersaji kepada khalayak pembaca, merupakan hidangan terbaik dari apa yang bisa penerbit berikan. Selamat menikmati!

Tuesday, October 27, 2015

Buku Novel "Bumi Manusia"

"Bumi Manusia", orang mengenal buku ini sebagai karya Pramoedya Ananta Toer. Tapi buku di tangan saya ini bukan, ini karya sastrawan Prancis: Antoine de Saint-Exupery. 

Judul asli Terre Des Hommes. Versi bahasa Inggris nya berjudul Wind, Sand, and Star. Berarti Angin, Pasir dan Bintang. Sesuai isinya, tentang pengalaman berbagai penerbangan dia sebagai pengantar surat-surat pos ke berbagai gurun pasir.

Exupery terkenal karena karyanya Le Petit Prince, atau pangeran kecil, karena saya sendiri, mulai tertarik dengannya setelah membaca Pangeran Kecil. Seperti buku anak-anak, karena itu awalnya saya kurang minat. Tapi setelah Bambang Q Anees mengupas di buku dia, bahwa buku ini sesungguhnya mengajarkan cinta, kesetiaan dan hubungan, baru saya tertarik. Tak dinyana, buku tipis ini sastra. Membaca bolak-balik tidak bosan. Kian sering membaca, kian terkuak makna. Kalimat-kalimatnya mengandung renungan. Indah. Tentang kepergian pangeran kecil meninggalkan mawar dan planetnya, ke sebuah dunia ramai, namun justru di sana, dia merasakan keterasingan, sendiri, dingin, dan sepi.

Dari situlah, saat saya kembali menemukan buku dengan penulis yang sama, langsung tertarik. Dari bazar murah gramedia di Carrefour dengan harga Rp. 10.000 saja. Sangat murah. 

Lahir di Lyon, Prancis, tanggal 29 Juni tahun 1900. Seperti bisa kita baca pada bagian paling belakang buku ini, kisah hidup si penulis sendiri cukup menarik. Ia menjalani masa kecil penuh idealisme bersama saudara-saudaranya. Ia belajar di sekolah Jesuit yang ketat di Le Mans, kemudian melanjutkan ke College Saint-Jean di Fribourg. Meski ditentang keluarganya, ia memilih menjadi pilot pada mawa wajib militer dan melakukan penerbangan di Prancis dan Afrika Utara sampai tugasnya usai pada tahun 1923.

Dari pengalaman selama penerbangan itu, dia banyak mendapatkan renungan. Tak dia buang begitu saja, melainkan dia tuangkan, tulis menjadi novel. 

Selama membaca, saya mendapat banyak ungkapan menarik. Misal, dalam masalah materi.

"Dengan bekerja hanya untuk keperluan materi, kami membangun sendiri penjara kami. Kami mengurung diri sendiri, dengan uang dari debu yang tidak memberi apa-apa yang bermakna hidup."

"Jika aku mencari hal-hal yang berdampak lama dalam kenangan, jika aku membuat neraca dari jam-jam yang bermakna, dapat dipastikan bahwa aku menemukan hal-hal yang tidak dapat diberikan oleh kekayaan materi mana pun juga."

Dalam buku ini pun, dia mengungkap misteri memilukan dari manusia.

"Dalam dunia di mana kehidupan bergabung dengan kehidupan dengan begitu baik, di mana bunga-bungaan bercampur dengan bunga-bungaan bahkan dalam lapisan angin, di mana angsa mengenal semua angsa, hanya manusia yang membangun kesendirian mereka."

Meski saat menulis ini saya belum tuntas membaca, tapi sudah berani berkata, Terre Des Hommes ini sebuah buku kecil yang indah.

Mau Betulin Hape