Dan sepertinya akan sangat mengasyikkan. Pernah ibu saya menceritakan, sebuah cara menghaluskan ladan dan ketumbar termudah, dan sekarang saya ingin mempraktikkan.
Keinginan ini bermula dari masak tempe, toge dan kacang panjang. Memotong-motong kemudian membubuhkannya kepada tumisan bawang. Saya taburkan gula, garam tanpa dikur tanpa ditimbang. Dikira-kira saja, asal jangan terlalu lebih terlalu kurang. Beberapa saat di panci dibiarkan mengembang. Eh bukan roti, jadi bukan mengembang, maksud saya, dibiarkan sedikit matang. Bersama nasi saya coba cicip rasanya kok hambar. Sepertinya kurang bumbu, tapi harus tambah lagi apa.
Sepertinya kurang lada, pikir saya. Bumbu satu itu memang punya ciri khas dan sangat cocok buat masak sayuran. Selain seledri, pada sop pun lada menjadi pelengkap yang tak bisa ditinggalkan. Itulah sebabnya pagi ini saya berniat belanja lada sekalian ketumbar. Ada tempe di kulkas, mau coba saya masak sambal goreng dan itu membutuhkan ketumbar.
Seorang ibu menunggui jualan sayurannya sedang sibuk melayani pembeli. Hujan membuatnya harus menutupi sebagian permukaan jualan. Saya tanyakan kepadanya apakah ada lada? Karena ramai, sepertinya dia kurang mendengar. Saya ulang, ada lada? pedes? Dia katakan, ada tapi hanya yang bubuk tidak ada lada bulat-bulat.
Hanya ada ketumbar.
Saya beli saja ketumbar. Kembali berjalan mencari kios lain dan masya Allah, pemandangan pasar saat ini sangat indah. Sudah jelas sebelumnya pun pasar ini kotor dan berantakan, sekarang ditambah lagi hujan. Masya Allah itu ucapan buat kekaguman, dan memang saya pun mengucapkan ini buat kekaguman dan kebahagiaan, karena memang pemandangan inilah yang sekarang sedang saya butuhkan. Sebuah website sedang mengadakan lomba foto pasar rakyat, dan saya sedang mencoba mengikutinya, dan ini adalah saat yang tepat. Hujan, air menetes-netes dari atap setiap kios berjatuhan ke bawah, sebagian menjadi tempias, dan yang luar biasa, lantai pasar yang sebelumnya becek, bau busuk, penuh kencing dan kotoran tikus sekarang penuh air tergenang. Kaki saya sampai tercebur ke parit dalam. Sejak tadi, sejak melangkah di lorong-lorong pasar dan kaki tenggelam rasa jijik terus ditahan-tahan, sekarang malah harus kecebur ke parit, maka sekaligus kaki ini ditarik, dan naas... tali sandal putus. Maka saya coba tarik perlahan. Dapat, lalu tampak tali sandal benar-benar putus. Oh bukan putus, hanya lepas, dan bisa dimasukkan, tapi mencoba kembali memasukkannya namun gagal.
Oh ya, lada berhasil didapat dari seorang ibu penjual bumbu-bumbuan.
Dibawa kembali ke penginapan, dan rencana siap dijalankan. Dari dalam rak, sebuah wadah berbentuk mangkuk saya ambil. Itu bagian atas blender lengkap dengan pisau penggilingnya. Mesin blenderya saya ambil dari bawah rak buku. Itu blender di bawa dari kampung pemberian ibu. Tidak digunakan lagi karena dianggap rusak, karet pemutar gelas buat gelas penggiling buahnya hancur tak bisa lagi dipakai. Jadi tinggal penggiling berbentuk mangkuk kecilnya. Mangkuk kecil itulah yang rencananya akan saya jadikan penggiling lada dan ketumbar.
Begitulah ibu saya mengajarkan cara menggiling dua benda bulat-bulan kecil itu supaya jangan sampai lelah menghaluskannya dengan ulekan. Dan memang menyenangkan. Saya sobek bagian bawa kantong plastik lada itu kemudian masukkan ke dalam mangkuk, menyambungkannya dengan mesin penggiling dan nggguuuiiiingggg, suara berisik memenuhi ruangan penginapan. Berisik sekali dan pasti ini sangat mengganggu Wiro yang sedang tidur. Nggak papa, sengaja supaya dia bangun, supaya shalat shubuh, supaya jangan sampai subuh siang seperti biasanya. Merasa sudah halus, mesin saya matikan dan buka. Masih belum halus juga, kembali dimasukkan, mesin dinyalakan. Nguiingg, berisik kembali mengganggu ruangan. Biar Wiro bangun, tapi malah menutupkan selimutnya. Mungkin dia memang mau tidur terus dengan rencana bangun nanti siang. Biasanya jam delapanan. Lada halus, kembali menggiling ketumbar. Nguingg bbbrrrrrrrrrr, suara berisik kembali memenuhi ruangan, kali ini cukup lama. MengangguWiro yang sedan tidur tak mengapa. Sengaja, biar dia bangun, Wudlu san subuh, tapi masih juga tidak. Sampai penggilingan selesai, Wiro masih saa di kasur berbaring nyenyak.
Dua kantung lada bubuk dan ketumbar bubuk, siap digunakan.
No comments:
Post a Comment