Saturday, April 23, 2016

BUNCIS!!!!

"Judul seminarnya apa Mbak?"

"Menjadi Muslimah Tegar."

"Muslimah?"

"Iya, kenapa?"

"Seminar ibu-ibu dong?"

"Ada anak remajanya juga."

"Itu buat wanita."

"Masalahnya?"

"Saya seorang pria, kurang baik mengisi materi di forum wanita."

"Sekali ini saja Mas. Toh ustadz lain pun banyak yang melakukan."

"Itu ustadz lain Mbak, saya belum sampai ilmunya."

"Sekali ini saya Mas."

"Duh, gimana ya. Tapi apa Mbak tidak salah pilih orang?"

"Salah kenapa?"

"Pembicara lain kan banyak."

"Mas Dana penulis, bisa memilih diksi-diksi yang manis, lagi pula biasanya penulis biasa berpikir sistematis."

"Wah Si Mbak benar-benar salah pilih orang. Itu penulis buku Mbak, saya ini cuma penulis status facebook. Penulis buku biasa berpikir sistematis, terususun, tertib, rapi. Penulis status facebook, penulis seingatnya."

"Setidaknya punya keterampilan berbahasa."

"Berbahasa sih bisa, terampil tidak."

"Ayolah Mas."

Lagi pula, nih orang kok manggil saya Mas. Saya ini bukan Mas Mas. Mas itu buat suku Jawa. Saya suku Sunda, biasa disebut Kang Kang. Tapi biarlah, terserah dia mau manggil apa. Masih untung tidak dipanggil Mblo.

"Gimana ya Mbak, sanggup sih sanggup. Tapi Mbak dan panitia harus siap kecewa."

"Oh sudah jauh-jauh hari. Kami sudah siap kecewa. Wong baru liat tampangnya saja Mas Dana sudah mengecewakan!"

Buncis!!!

"Siap ya Mas!"

"Ok."

Apa yang harus saya persiapkan. Materinya apa. Mengingat judul seminar "Menjadi Muslimah Tegar" seketika teringat buku yang menceritakan para muslimah dengan segala cobaan rumah tangganya. Buku sampul biru tua dengan judul menggambarkan kemanusiaan.

Dari tumpukan koleksi, buku itu saya ambil dan baca. Karena sebagian besar isinya nyata, dengan sangat lancar saya bisa membaca. Sekali membaca, langsung membekas. Mudah sekali membekas sebab buku itu kumpulan curhat muslimah, disaripatikan dari kehidupan para muslimah bersama sebagian pahit getir hidupnya.

Rasa senang makin  berlipat manakala sadar telah menemukan buku yang tepat. Buku ini pilihan tepat dengan tiga alasan. Alasan pertama, ini buku tentang muslimah dan ini sangat cocok dengan peserta dari seminar yang akan saya isi nanti yaitu para muslimah. Alasan kedua, buku ini tentang cobaan hidup para muslimah dan ini sangat cocok dengan tema yang akan saya bicarakan nanti yaitu tentang ketegaran. Alasan ketiga, buku ini berbentuk kisah jadi sebagian besar materi nanti akan saya sajikan dalam kemasan kisah-kisah.

Berulangkali menjadi penceramah, saya rasakan berkisah ini sangat memudahkan. Memudahkan saya sebagai pembicara, juga memudahkan pemahaman pendengar. Terlebih lagi secara naluriah, wanita memng makhluk penyuka cerita. Di mana-mana, obrolan mereka rata-rata cerita. Ngerumpi di teras, di mobil angkutan, di perjalanan, di sawah-sawah, di pematang-pematang, apa yang mereka bicarakan rata-rata cerita. Cerita tentang dirinya, tentang suaminya, tetang anaknya, tentang tetangganya, tentang ayahnya, ibunya, temannya, atau, tentang film yang mereka tonton. Mereka makluk penyuka cerita, jadi pastinya, perhatian mereka dengan sangat mudah terpusat manakala materi saya sajikan via cerita.

Dan memang benar, tiba waktunya seminar dan cerita-cerita itu saya tuturkan, ruangan seketika senyap tanpa seorang pun bicara selain saya yang meski bersuara cempreng terkadang gagap, namun dengan penuh antusias hadirin mau mendengar. Tak jelas sebabnya apa, mungkin karena cerita saya sampaikan dengan penuh perasaan.

Tatkala menuturkan seorang istri yang di rumahnya sendiri menemukan seorang wanita telanjang sedang tidur di kamar dan terpaksa setelah itu harus mengalami perceraian dan kehilangan anak. Tatkala menuturkan kisah muslimah dengan awal rumah tangga indah penuh kemesraan namun dalam perjalanan batu sandungan saat menemukan SMS mesra di handphone suaminya, "Sayang, sedang apa, jangan terlambat makan ya!" itu adalah pesan di kotak keluar untuk penerima bernama Spongeboob. Dan kisah-kisah lainnya, seperti ombak pantai Pangandaran, perlahan, perlahan, perlahan, membesar, pecah, begitu antara lain teknik saya dalam bercerita.

Satu jam berlalu tak terasa, tiba saatnya ceramah harus saya pungkas "Dua hal kita butuhkan biar tabah menjalani musibah. Pertama, bersiap. Kedua, jika terjadi maka ucapkanlah "Innalillah.""

*   *   *

"Maaf Mbak, saya tidak bisa menerimanya."

"Terimalah Mas." dia terus menyodorkan amplop. Cukup tebal.

"Maaf Mbak, tidak usah. Saya tidak bisa menerimanya."

"Kalau Mas tidak mau terima ini sebagai honor, anggaplah ini hadiah, bentuk rasa terima kasih kami karena Mas sudah mau datang dan berbagi."

"Tidak Mbak, saya tidak bisa menerimanya."

"Kenapa tidak bisa Mas?"

"Jelas tidak bisa Mbak, ini kan cerita fiksi, ini cerita khayalan."

Buncis!!!

No comments:

Post a Comment

Mau Betulin Hape