Friday, January 1, 2016

Setelah Membaca Buku Novel "Dilan"

Malam ini susah tidur. Sehabis jam kerja, jam dua dini hari, lanjut baca buku sambil baringan di atas barisan kursi kerja dengan niat supaya ngantuk, gagal. Lelap yang ditunggu tak datang. Pikiran terus sadar, ngos-ngosan terseret aliran cerita. Novel "Dilan". Karya Pidi Baiq, aneh sekali, hormon pemicu kantuk saya kalah tak berdaya. Sampai lewat jam tiga, tak terasa novel tamat.

Yahhh habbbis!

Penasaran kepada novel ini, dimulai dari panggilan Mas Lili supaya turun. Dari lantai tiga ke lantai satu, menggantikannya jaga toko. Dia pamit mau beli novel. Saya tanya novel apa, dia jawab, "Dilan 2". Buat siapa, tanya saya. Buat ponakan, jawabnya.

Dilan 2?

Beberapa hari sebelumnya, saya dengar Pak Isa menceritakan hebohnya novel Dilan 2. Pasar kehabisan stock. Memang semenarik apa sih?

Tak lama Mas Lili pulang, tangannya kosong. Katanya, novel itu tidak ada.

Kehabisan! Luar biasa, padahal baru kemarin-kemarin terbit.

Sampai banyak orang mencari, sebagus apa sih?

Penasaran saya buka google, mengetik, dan ketemu blog Pidi Baiq. Nah, ini dia, novel Dilan ada postingannya. Bukan sekedar resensi, bukan sekedar ulasan, tapi langsung cerita. Yes.

Saya mulai membaca.

Postingannya sangat panjang, dari bab ke bab, terus ke bawah, terus ke bawah. Mulanya biasa, kalaulah bukan karena penasaran banyak orang mencari, opening itu mungkin takkan sukses menggoda saya untuk terus membaca. Tapi semakin ke bawah, cerita semakin berkesan, semakin saya direnggut masuk ke dalam cerita. 

Dengan sudut pandang orang pertama, penuturan dibuat terasa dekat dengan, seakan si tokoh utama sedang benar-benar bicara langsung kepada pembaca, suatu malam, dari sebuah kamar di sebuah rumah di Jakarta, mundur ke masa silam, menceritakan kembali masa SMA dirinya tahun 1990-an, dengan Bandung sebagai latar.

Postingan sekian panjang, tak terasa sampai bawah. Tulisan habis, cerita menggantung, dan rasanya tuh, seperti sedang nikmat-nikmatnya makan bakso, baru makan sepertiganya, sedang nikmat-nikmatnya, pas bagian garpu mau nusuk bakso besar berisi cincang daging, tiba-tiba mangkok ditarik. Uhh!!!

Betul-betul, potongan cerita itu buat saya penasaran, yang tentu saja kalau mau tahu lanjutanya harus membeli buku itu. Brengsek Pidi Baiq!! Sepertinya sengaja dia bagikan cerita itu sepotong supaya orang membaca, lalu masuk ke dalam cerita, terjebak arus, lalu menggantung, dan penasaran ingin membeli bukunya. Pidi Baig sengaja membuat jerat dan kali ini jeratnyasukses memakan korban. Korban itu adalah saya.

Ok, Pidi Baiq kamu menang, tapi karena teman kerja saya--Diyan--punya novelnya, saya bisa pinjam bukumu ke dia, jadi mohon maaf, saya pun sukses baca bukumu tanpa harus membeli.

Satu sama.

Baca sampai tamat, kemudian merasa tak lengkap rasanya, jika pengalaman ini berlalu tanpa ditulis. Maka dini hari ini, tak mau menunda, langsung saya tulis ke blog, yang jadinya dengan cara ini tanpa sengaja saya mempromosikan, yang jika nanti ada orang lain membaca kemudian penasaran, orang itu akan tertarik membeli bukumu, dan itu aduh, berarti sukses lagi buat kamu. 

Dua kosong dah.

*    *    *

Sewaktu Diyan meminjamkan novel ini ke, beberapa kali dia berpesan, jangan sampai jatuh cinta kepada Dilan. Dan jangan sampai karena jatuh cinta kepada Dilan, kemudian saya memutuskan diri jadi bencong.

Plak!!!

Enak aja! 

Tak mungkinlah.

Jika setelah membaca novel ini dia merasa jatuh cinta sama Dilan, itu karena dia membaca sebagai perempuan! Ketika membaca sebagai laki-laki, akan sangat lain ceritanya. Sudut pandang laki-laki sangat berbeda. Maka membaca novel ini sebagai laki-laki menghasilkan efek berbeda. Bukan jatuh cinta sama Dilan, tapi...

"Jatuh cinta sama Milea?"

"Bukan."

"Lantas?"

Ah sudahlah! Sudah dekat Subuh!

Makasih Diyan! Tanpa darimu saya pinjam buku ini, entah dari mana bisa baca sampai tamat. Tidak bisa memberi imbalan apapun selain kata "semoga". Semoga kamu diberi kemampuan untuk membeli novel keduanya, biar kembali saya pinjam. Ngok!

No comments:

Post a Comment

Mau Betulin Hape