Sekarang, teman facebook saya sukai gubahannya adalah Janitra. Janitra Lituhayu, Perempuan Januari, begitu dia menamakan dirinya. Karangan-karangannya indah, banyak mengungkapkan kerinduan, dengan metafora-metafora alam nan kaya. Tidak membosankan, dia bisa menciptakan kalimat-kalimat dengan melibatkan apa saja, dari pepohonan hingga nama jalan, dari hujan hingga makanan. Bukti penting tulisannya indah sampai ada orang berani mencuri dan mencopas ke blog tanpa mencantumkan siapa nama penulisnya.
Menurut pengakuannya, dia tinggal di Borneo, bagian dari Pulau Kalimantan, tidak tahu tepatnya di provinsi mana. Saat saat cek di data JNE, nama Borneo tidak terdapat di sana. Kalau itu nama kecamatan dan kabupaten pasti ada. Tapi ini tidak. Dari situ saya terus terkesan dengan apapun cerita orang-orang seberang.
Saya pernah bertanya, apakah sudah menyusun buku? Dia jawab, belum. Pekerjaan asli dia sendiri sangat bertolak belakang dengan kepenulisan. Entah apa, dia tidak menjelaskan. Saya sarankan kepadanya, tulisannya itu dibuat buku saja. Dia jawab, belum ada rencana. Untuk sekarang, menurutnya lebih suka dibagikan lewat facebook. Lagi pula, bukankah orang lebih suka gratisan?
Sendainya saja Janitra Menulis buku, pastilah banyak orang terpikat. Akan sangat banyak orang membeli bukunya. Dan saya berharap suatu saat dia mau. Ingin sekali membaca. Untuk sementara dahaga membaca ini saya penuhi dengan membaca catatan-catatannya di facebook, dan blog-blognya, dan status-status terbarunya.
Beneran, saya sangat terpikat dengan gaya menulis dia. Anda mungkin berkata, saya sudah jatuh cinta pada orangnya. Tidak, saya tegaskan, pada tulisannya. Sebagai penulis, saya selalu belajar jujur adan apa adanya. Baca saja sendiri, tulisanya sangat indah. Dia lihai merangkai. Saking tertariknya pada tulisan dia, sampai-sampai setiap kali pergi ke toko buku saya berharap menemukan novel dengan gaya seindah tulisannya. Tapi susah, dari pengarang luar atau lokal, tidak ada. Sampai akhirnya saya temukan buku berjudul "Bangkitlah Tamban Salai", berkisah tentang orang-orang seberang, Pulau Sumatera, dan menyebut kata Salai mengingatkan saya pada makanan yang pernah Janitra hiaskan pada tulisannya yaitu Wadai... Salai... Wadai, sama sama berakhiran Ai.
Ragu antara membelinya atau tidak. Membeli khawatir akhirnya menyesal karena ternyata isinya mengecewakan tidak seindah tulisan Janitra. Tidak membeli pun khawatir ternyata sebenarnya novel itu indah, karena pernah sebelumnya saya melihat novel Pesan Dari Sambo, tapi saya tidak membelinya karena menganggap buku itu tidak menarik, masalahnya sang penulis bukan penulis terkenal, dan kalau tidak salah, buku itu pun tidak termasuk buku laris. Eh ternyata kemudian salah seorang teman facebook membelinya dan ternyata isinya sangat indah. Saya mencoba cari, ternyata sudah tidak ada. Menyesal sekali, maka mengingat kejadian itu, khawatir buku Bangkitlah Tamban Salai ini pun bagus, dan suatu saat orang menceritakannya, saya menyesal tidak sempat membeli padahal sekarang sedang bazar murah.
Karena itu, secepatkan saya naik ke lantai tiga mall, ke bazar buku, dan langsung, buku itu saya embat! Dan tidak mengecewakan, meski tidak seindah tulisan Janitra, buku ini pun memesona, menceritakan sebuah sekolah di perkampungan di negeri seberang.
Oh jadi si Perempuan Januari itu Janitra Lituhayu,Kang Dana?
ReplyDeleteIya Bu, makasih kunjungannya Bu
DeleteKang Dana sedang terpikat pada seorang penulis perempuan, hmmm
ReplyDelete