Sayang banget Kang Didi harus close mic, padahal dari semua komik, yang paling saya suka itu dia. Awalnya kurang simpati. Saya melihat dia hanya seorang kuli bangunan yang mau ikut-ikutan doang, terus ngelawak mengandalkan kemiskinan. Tapi setelah beberapa kali nonton, ternyata enggak. Dia lawakan-lawakannya cerdas dan unik.
Apa karena dia sama seperti saya orang Sunda?
Sepertinya bukan.
Unik aja dia itu materinya. Pas ketika membahas liburan, dia bilang, kalau liburan, orang kaya sibuk mencari tempat-tempat menarik, tapi dia mah sibuk cari alasan. Anaknya minta ke Dupan, dia bilang, Nak Jakarta banjir. Anaknya mau ke Tangkuban Perahu, dia bilang, Nak, perahunya bocor. Dia juga cerita selama jadi komika ini dia merasa sedang liburan. Tinggal di hotel, tidur di atas kasur empuk, yang terbayang hal-hal indah, gak kayak di rumah, yang kebayang cicilan. Gara-gara dia suka nginap di hotel, anaknya protes, "Bapak mah enak, tiap hari liburan, tidur di kasur empuk, makan nasi kotak, tiap hari naik lift." Dia bilang ke anaknya, "Nak, kan Bapak kerja." Anaknya protes, "Apa Pak? Kerja? Pret!! Katanya Jakarta banjir."
Hebat, dia bisa bikin collback. Bagi yang tidak tahu istilah collback cari aja di google, itu sudah umum di dunia stand up.
Terus saking jarangnya liburan, anaknya suka norak. Mau diajak mandi bola, anaknya bawa handuk. Terus ibunya bilang, "Nak, gak usah bawa handuk, kan udah disediain." Trus dia juga bilang di Dupan itu ada rumah miring, maka dia protes, kalau mandor dia tahu, bakal dibongkar itu rumah miring. Miring memasang satu bata saja dia suka ditegur, ini orang dengan kesadaran tanpa pengaruh alkohol, membangun rumah miring! Ini anak proyek mana? Mencemarkan komunitas!!
Yang lucu juga pas lagi ngomongin film, dia bilang, "Di film-film itu suka ada tokoh jahat yang menganiyaya orang miskin. Tujuannya mungkin supaya dramatis. Tapi menurut saya, gak perlu ada orang jahat. Tanpa orang jahat pun, hidup orang miskin udah dramatis. Jangankan dijahatin ya, dalam seminggu saja ada teman yang kawinan, kita mah merasa dibegal. Bayangin aja, 50.000 satu amplop, kali tiga = 150.000. Duit buat cicilan kasur hilang. Kurang dramatis apa. Terus di film-film itu suka ada tokoh yang gak masuk akal, gak pantes, ada nih biasanya gadis miskin, buat makan aja susah, tapi make upnya tebak, alisnya ditato, tato naga, bibirnya nih bibirnya gurih-gurih nyoy.
"Istri saya aja, boro-boro kebeli make up. Lipstik aja pake krayon. Anak saya lagi ngegambar, 'Nak, pinjam ya sebentar.' 'yang mana mah?' 'itu yang warna hijau.'"
Dia juga protes sama pemeran orang miskin yang berlebihan, sampai baju robek-robek, kayak habis berantem sama macan, muka kumal, sampai dia bilang, itu orang miskin kok malas amat cuci muka. Dia bilang, bukan bermaksud merendahkan pembuat film, karena pasti sudah sepuluh tahun berpengalaman bikin film, tapi, "jangan salah, saya sudah 34 tahun berperan menjadi orang miskin. Kurang pengalaman apa, coba? Jadi kalau ada orang bilang, kenapa wajahnya seperti orang susah melulu? ini karena mendalami karakter."
Hal lucu lainnya ketika dia protes kepada Indro Warkop, "Ngomong-ngomong soal film, saya itu mau nanya sama Pakde Indro. Pakde, kenapa hampir di setiap film Warkop itu selalu ada orang miskin diceburin ke empang? Kuli bangunan ketiban bata? Tukang beca nyangkut di pohon. Itu pesan moral apa yang ingin disampaikan?"
Indro sampai terguncang-guncang karena ngakak, penonton juga, karena semua tahu memang kenyataannya demikian. Cara membawakan materinya juga bagus, tidak sok lucu, sayang banget, pada penampilannya di show 10, dia ngeblank di tengah materi. Nilainya jadi rendah, dan juri mendiskualifikasinya untuk pulang.
Saya penasaran, reaksi orang-orang bagaimana di komentar youtube. Ternyata banyak yang seperti saya. Banyak yang menyayangkan, banyak yang bilang harusnya yang close mic bukan dia.
"Shock abis, Kang Didi tetap juara di hati fans Suci."
"Kayak nonton Rossi jatuh kemaren, pengen matiin TV langsung."
"Cerita tentang kemiskinan dengan gaya khas Anda sudah menghibur dan mengajarkan banyak hal kepada kami. Terima kasih Kang Didi."
"Kenapa harus Kang Didi?"
"Udah bosen kalau gak ada Kang Didi."
Tapi ada juga yang bilang, "Sabar Bro, namanya juga kompetisi."